Masjid Agung (AL-Huda) Tangkolo
...
Adat Istiadat Kultur Sosial Budaya dan Kesenian Sunda
Pemukiman Kampung tangkolo terpecah menjadi 2 bagian, sebagian berubah bentuk datarannya yang semula bagaikan tanjung yang menjorok kelaut dangkal, sekarang menjadidelta baru yang di bentuk oleh sungai Cijolang lama dengan aliran airnya yang sudah mengecil. Sungai Cijolang sekarang di tempat rangkasnya masih agak sempit, tetapi menurun tajam dengan arus yang deras dan aliran air yang cukup besar dibandingkan dengan air Cijolang terdahulu. Dengan demikian maka delta ini seperti Nusa atau Pulau kecil yang dikelilingi oleh sungai besar.
Muncul nama suatu tempat penyebrangan di sungai baru, yang semula tidak ada sekarang menjadi ada yaitu masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama Rarangkasan. Yang berarti bekas rangkasnya/jebolnya sungai Cijolang.
Lahirlah sebuah nama bukit baru yang di sebut Pasir Buntu yang berarti bukit buntu, Bukit yang terputus karena bencana alam. Bukit yang terputus ini semula memanjang dari gunung Susuh, dan sekarang tidak ada lagi sambungan atau terusannya, dan berhneti atau buntu hanya sampai di rarangkasan.
Tempat pemakaman di bagian selatan yang ada sekarang, dahulunya adalah satu kesatuan dengan pasir buntu bukit di sebrangnya yang ada di bagian utara. Lebih tepatnya tempat pemakaman ini adalah pecahan bukit yang tersisa, sebagai salah satu bagian yang terputus dari bukit induknya menjadi bukit yang berdiri sendiri menjadi gunung yang terpisah.
Kampung Tangkolo terpecah menjadi dua bagian, utara dan selatan. Sehingga yang dulunya satu kesatuan, kini terpisah antara satu dan lainnya karena sudah terbelah oleh sungai Cijolang yang baru atau sekarang.
Di tempat rangkas/jebolnya sungai terbentuklah suatu lubuk atau leuwi dengan kedalaman mencapai 5-7 meter, yang akhirnya dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan Leuwi Rarangkasan. Tepatnya berada di bawah kolong jembatan penghubung kedua pemkiman yang ada di tangkolo sekarang.
Dibagian sebelah timur sungai mulai dari rangkasan sampai pada ujung pertemuan antara sungai cijolang baru dengan sungai cijolang lama, terjadi penimbunan pasir sungai yang cukup tebal dengan areal yang cukup luas, sehingga merupakan suatu peralatan padang pasir sungai yang memanjang dan disebut dengan istilah Palatar kaji. Ketebalan palatar kaji ini dibentuk oleh tanah urug atau longsor dari rarangkasan. Kemudian lagi dipertebal dengan tanah yang terkikis oleh derasnya arus air banjir dari dasar sungai baru. Ditambah pula dengan naiknya pasir sungai yang semula terbendung di bagian hulu sebelum rangkas, beralih ke palataran hilir dan palataran inilah yang akhirnya menjadi cikal bakal lapangan Sepak Bola Tangkolo.
Dengan rangkasnya sungai Cijolang, bentuk sungai menjadi berubah. Yang semula melingkar ke arah barat sekarang berpindah menjadi lurus, dengan demikian sungai Cijolang bagaikan ular raksasa yang menggeliat dari tidur dan meluruskan badannya, sehingga membawa perubahan terhadap kontur struktur tanah daratan semula.
Bekas sungai Cijolang lama sudah tidak lagi di aliri air, tetapi sekarang menjadi bulakan yang berpasir dan berbatu-batu. Atas kesepakatan dari dua kabupaten yang bersangkutan (yaitu Kuningan dan Ciamis), tanah bekas sungai Cijolang lama sepanjang dari rarangkasan sampai ke sungai Cigintung, sekarang dibagi menjadi dua bagian dengan cara di buatkan patok-patok kesepakatan sebagai batas baru kabupaten. Batas alam kedua kabupaten pun menjadi berubah, yang semula sungai Cijolang sebagai batas alam, kini diganti menjadi patok baru di tengah-tengah bekas sungai yang sekarang sudah menjadi area pesawahan, meskipun batas wilayah di peta bumi jawa Barat masih tergambar sungai Cijolang sebelum rangkas atau jebol.
Pesawahan bekas sungai Cijolang yang telah pecah menjadi dua bagian itu, oleh masyarakat setempat disebut dengan nama Sawah Walungan, baik yang masuk ke wilayah kabupaten Ciamis maupun yang masuk ke wilayah kabupaten Kuningan.
Tanah-tanah sepanjang garis pantai yang tertutup pasir sungai yang terbentuk oleh sungai Cijolang lama di bagian selatan, yang semula disebut Palatar, selanjutnya sebutannya berubah, oleh masyarakat setepat disebut dengan Palatar Hampelas karena di sepanjang palatar lama ini bnayak di tumbuhi pohon-pohon hampelas. lama kelamaan palatar hampelas menjadi kebun pandan, dan sekarang sebagian sudah menjadi jalan keliling yang bisa dilalui oleh kendaraan roda empat.
Di sawah palatar yang sekarang, masih terdapt sisa-sisa sawah yang masuk ke wilayah Ciamis yang terputus oleh rangkasnya sungai Cijolang. Meskipun pemilik sawah itu sekarang adalah orang Tangkolo, segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah administrai pemerintahan harus di selesaikan melalui kabupaten Ciamis.